tulang-tulangnya mencuat dan kering kerontang terlihat dati kulitnya yang bergelambir
menandakan bahwa jasadnya sudah termakan umur
topi rotan yang bolong disana-sini menutupi raut mukanya
baunya yang busuk menyengat membuat para lalat-lalat kecil bersorak riang
terlihatlah senyum pahit tersungging di bibirnya yang pecah-pecah
segala anjing menggonggong pun membisu
taringnya berkata tentang ketidakpedulianku
tak diriku tak juga kau
laki-laki itu mengernyit dan memicingkan mata
mentari siang telah mengalahkan kepekatan malam
segala tubuh reyotnya terlihat jelas oleh sang mentari
lelaki tua itu berdiri dan membersihkan debu pada pantatnya
padahal, debu pun sudah memenuhi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali
diambilnya keresek hitam dan kaleng minuman penyok di sebelah kirinya
segala bunga berayun pelan
durinya berkata tentang ketidakpedulianku
tak diriku tak juga kau
panas terik siang semakin menyemarakan pasar
pedagang menjajakan lalu pembeli menawarnya
beronggok-onggok daging ayam tergeletak dan dikerumuni lalat riang
sayurnya pun lesu dan layu karena tak laku-laku
orang-orang berlalu lalang dari satu ke yang lain
lelaki tua itu hanya memandang dari kejauhan
cacing diperutnya sudah kering kerontang seperti dirinya karena tak makan 5 hari
tak jauh berbeda dengan keadaan si lelaki tua itu
"bu, ada sisa buat saya?" si tua bertanya
ibu penjaga warung mengernyit jijik
baunya menyengat hidung si ibu
"nggak ada. pergi sana! nanti warungku ikut busuk gara-gara ada kamu!" cecar si ibu
dengan lunglai si tua beranjak pergi
tak kuat lagi menahan lapar yang teramat menyiksanya beberapa hari ini
hanya ada keresek hitam berisikan koran tempat ia beralaskan tidur dan kaleng penyok yang menemani
mukanya pucat, bibirnya pucat, tubuhnya pun ikut-ikutan pucat
mendongak ia ke atas
sambil memejamkan mata ia berkomat-kamit
tak kuat lagi ia robohkan badannya yang lusuh dan kering di sudut pasar
bau sampah menusuk keluar dari tempat sampah samping kirinya
perut kerempeng, tenggorokan kering, bibir pucat
dipejamkan matanya mengenang masa lalu dan hari-harinya
doa ia panjatkan pada yang kuasa
lunglai ia bersandar disana, disudut, dipojok terkumuh pasar
segala malaikat tersenyum padanya
nyanyiannya bergema tentang kerapuhan si tua
walau pahit hidupnya tak ditemui keluh dan duka
segala warga berbisik keesokannya
mengeluh tentang hal baru yang harus mereka laporkan pada aparat setempat
diwajah mereka tersirat berbagai emosi
bukan emosi iba taka ada rasa iba disana
marah mereka rasakan karena harus mengurus si lelaki tua
ya, laki-laki tua dengan keresek hitamnya dan kaleng penyok ditangannya
juga dengan ketiadaannya dari dunia yang fana ini
tentang kematiannya dan juga seulas senyum yang tesungging dibibirnya
angin bertiup pelan di keramaian pasar
kesunyiannya berbicara tentang ketidakpedulianku
tak diriku tak juga kau
***
No comments:
Post a Comment